Menulis tanpa kopi itu memang terasa aneh, jauh dari perasaan puas, rasanya tidak begitu berjuta-juta! Seperti yang saat ini saya lakukan: menulis tanpa kopi.
Selalu saja ada yang kurang, karena wewangian aroma kopi itu benar-benar bagai mega awan yang membalut segenap galau melanda. Wewangian kopi itu seperti aroma surgawi yang memabukkan, mampu menarik urat senyum di wajahmu, dan menjadikan sepanjang harimu berseri-seri,berjuta-juta!
Menulis tanpa kopi itu--bagai berkendara motor matic, tidak ada aktivitas pemindahan gigi manual setiap engkau akan berbelok di tikungan, tidak ada penurunan gigi di lampu merah atau saat melaju di jalan menanjak.
Dalam menulis, itu seperti tidak ada tegukan kopi nikmat, saat engkau sejenak berhenti menulis untuk sekadar menengok ide yang mungkin melekat di langit-langit kamar.
Dalam menulis, itu seperti tidak ada tegukan kopi nikmat, saat engkau sejenak berhenti menulis untuk sekadar menengok ide yang mungkin melekat di langit-langit kamar.
Di mana kan kau temukan imajinasi yang terkadang menguap bersama uap hangat kopi yang begitu wangi? Jika di atas meja menulismu, tak ada secangkir kopi hangat yang bagai lokomotif mengepul-ngepulkan asap wanginya?
Di mana kan kau temukan imajinasi yang terkadang mengerak bersama ampas kopi yang mengering? Jika di atas meja menulismu, tak ada ampas kopi yang membisu--seolah telah menjadi saksi bagaimana kau habiskan waktumu saat itu--bersama teman, rekan kerja, teman trader atau bahkan sendiri.
Di mana kan kau temukan imajinasi yang terkadang mengerak bersama ampas kopi yang mengering? Jika di atas meja menulismu, tak ada ampas kopi yang membisu--seolah telah menjadi saksi bagaimana kau habiskan waktumu saat itu--bersama teman, rekan kerja, teman trader atau bahkan sendiri.
Dan.
Menulis tanpa kopi harus dihentikan, karena kini telah terparkir manis segelas kopi hitam di atas meja kerjaku.
[dan. Hanya aku dan kopi]
0 komentar:
Posting Komentar