HIDUP yang berkeadilan adalah milik
mereka yang muda. Aku tak hendak menyalahkan mereka yang berpanas-panas
ria dan saling berkelahi dengan aparat. Mereka yang muda itu punya
idealisme, sesuatu yang mulai hilang di kalangan mereka yang tua, atau
pada mereka yang muda namun berpikir ala orang tua. Idealisme anak muda
itu menjadi bara yang selalu memanaskan ruang berpikir di kepala mereka.
Bara itu lalu menyalakan sesuatu dalam dirinya. Lalu bergeraklah
mereka.
polisi bersiap menghadang mahasiswa Makassar (foto: Abbas Sandji) |
Dengan
tinju kepal yang masih muda itu mereka hendak meninju kekuasaan. Mereka
tahu kalau tinju itu kelak akan berdarah dan menyisakan rasa perih.
Mereka juga tak sepandai generasi tua, sebab generasi tua itu pernah
melewati fase sejarah sebagaimana mereka. Tapi mereka punya semangat
yang menjadi hulu ledak gerakan sosial. Mereka hendak menggurat namanya
di buku-buku sejarah. Mereka percaya bahwa kebenaran harus disampaikan.
Tak peduli apa hasilnya kelak, yang jelas kebenaran harus disuarakan.
Keadilan harus disampaikan, meskipun untuk itu, manusia harus bertarung
demi menggapainya. Dan anak-anak muda itu memilih untuk menjadi martir.
Demi negerinya.
Aku
sangat paham bahwa banyak yang menuduh mereka sedang diperalat. Dalam
iklim di mana politik menjadi panglima, politik sering menjadi kambing
hitam atas segala situasi. Dahulu, generasi muda seperti Wikana dan
Sukarni juga dituduh pemerintah kolonial Belanda telah diperalat oleh
tokoh pergerakan Sukarno-Hatta. Dahulu, pemuda Sukarno juga dituduh
diperalat oleh generasi Tjokroaminoto. Dahulu Tan Malaka pernah dituduh
menghasut massa rakyat. Tapi, tanpa mereka, Indonesia tak pernah lahir
sebagai bayi merdeka. Tanpa anak-anak muda itu (yang dituduh telah diperalat oleh pemerintah kolonial Belanda), republik ini hanya menjadi angan-angan kolektif. Tanpa mereka, bangsa ini tak akan mekar di tepi taman bangsa-bangsa.
Maka
kutitipkan pesan buat mereka yang muda: hiraukan saja tuduhan diperalat
itu. Bangsa ini sedang bergolak dan tidak menyadari seberapa nyaring
jeritan rakyatnya. Tak usah peduli dengan kalimat tuduhan dari kelas
menengah yang hari-harinya adalah menyusu di putting penguasa negeri
ini. Mereka sedang didera kenyamanan. Mereka sedang tak ingin
kenyamanannya diganggu. Mereka adalah lapis-lapis kelompok angkuh negeri
ini yang melihat persoalan hanya dari balik kaca mobilnya yang gelap.
Anak-anak muda yang di jalan itu sedang menyampaikan banyak hal. Mulai
dari jeritan anak bangsa, politik yang dipermainkan para pemegang kuasa,
hingga pemerintah yang pekak telinganya.
foto: Abbas Sandji |
Di jalan itu, mereka yang muda sedang memendam harapan. Banyak yang menyebut mereka sebagai generasi kurang ajar. Jika mereka benar kurang ajar, bukankah generasi yang melahirkannya jauh lebih kurang ajar dari mereka? Mungkin
mereka merusak kantor polisi. Sesekali tak apa. Sebab mereka
melakukannya dengan penuh kesadaran bahwa negara ini punya banyak duit
untuk sekadar menggantinya. Bahkan pengelola negara ini malah senang
dengan rusaknya fasilitas itu. Proyek baru akan muncul. Penguasa
tersenyum membayangkan ada lagi duit yang akan ditilep. Dengan tindakan
itu, mereka hendak merayakan masa muda yang semuda-mudanya. Mereka
hendak merubuhkan tembok kuasa, yang untuk itu akan menelan ongkos yang
tak sedikit.
Maka
teruslah mencari cara agar penguasa bebal itu bisa sekadar menoleh dan
memahami nasib semua rakyat. Pak sopir tak akan marah jika dalam sehari
rezekinya berkurang. Pak sopir akan jauh lebih sedih ketika semua
harga-harga naik dan dirinya kesulitan memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Sesekali negeri ini harus dikejutkan biar mata dan pikiran mereka
terbuka bahwa ada sesuatu yang salah di negeri ini. Sesekali semua orang
harus dibangunkan bahwa dalam beberapa hari mendatang kemiskinan akan
kian mencekik semua warga negara.
Tak
perlu takut dengan kata-kata media massa yang menuduh kalian telah
anarkis atau telah memacetkan ekonomi. Tak usah dengarkan suara para
pengusaha-pengusaha yang sekarang menguasai media massa itu. Yang perlu
kalian perhatikan adalah jeritan semua orang di facebook dan twitter
yang mengabarkan naiknya harga-harga.
Di tangan anak-anak muda seperti kalian, kita meletakkan harapan atas
negeri ini. Kita menanam niat baik agar kelak negeri ini masih lebih
baik dari negeri mereka yang sekarang menjadi generasi tua dan tak mau
mendengar itu. Kita akan lebih dari generasi tua yang buta sejarah.
Biarlah mereka dikutuk oleh sejarah. Jangan pernah takut untuk
berteriak, "Kami anak muda, Bung!"
Athens, Ohio, Maret 2012
dari tanah yang menjadi rahim bayi kapitalisme
[dari http://timurangin.blogspot.com]